Kamis, 16 September 2010

Liburan Pertama Menyambut Idul Fitri

Liburan Pertama Menyambut Idul Fitri

Oleh Khairun Nisa

Hari yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga, yaitu hari Sabtu, Tanggal 4 September 2010. Pada hari tersebut semua santri dan santriwati yang belajar di Pesantren Raudhatul Hasanah, Medan, Sumatra Utara memperoleh masa libur untuk menyambut Idul Fitri. Khususnya kami para santri kelas 1 yang baru tahun pertama mondok di sini benar-benar merasa sangat gembira. Karena sejak orang tua kami mengantar kami kemari, kami merasa bagaikan dikurung dalam penjara, maka ketika datang waktu libur benar-benar serasa datangnya hari kemerdekaan. Bebas dari segala aturan yang mengikat.

Seperti juga kebanyakan para santri dan santriwati yang lain, saya sebelum pulang langsung ke rumah terlebih dahulu dibawa orang tua jalan-jalan di Kota Medan. Kebetulan, ayah dan ibu beserta adik saya yang datang menjemput saya ke Penatren Raudhah juga ingin berbelanja berbagai keperluan lebaran. Maka kami berempat pun mengitari Kota Medan, setelah semuanya selesai barulah kami menuju pulang ke rumah di Langsa, Aceh.

Sesampai di rumah ternyata hari sudah malam. Kami langsung menuju kamar masing-masing untuk beristirahat. Pukul empat kami makan sahur bersama. Setelah itu kami berkemas-kemas lagi mengisi baju ke dalam koper karna kami sekeluarga ingin berlibur ke rumah nenek, di Matang Glumpang Dua, Bireun. Usai Shalat Subuh, kami tidur lagi baru bangun pukul sembilan. Karena sudah agak kesiangan, maka kami putuskan berangkat pergi ke rumah nenek setelah selesai shalat Dhuhur.

Kami tiba di rumah nenek pukul lima sore. Di sana kami disambut gembira oleh seluruh anggota keluarga besar kami. Karena sudah pukul lima sore saya memutuskan untuk mandi. Setelah ganti pakaian, kami berbincang-bincang sejenak sambil menunggu waktu buka puasa. Setelah buka puasa bersama lalu salat maghrib berjamaah, dilanjutkan dengan makan malam. Setelah itu karena kelelahan saya langsung tidur.

Cuaca di rumah nenek sangat dingin pagi itu, saya dengan malas menuju ke ruang makan untuk sahur ternyata semua orang sudah ada di sana. Setelah sahur yang dilanjutkan dengan shalat Subuh beberapa saat kemudian, saya memutuskan bergabung bersama mereka para orang dewasa yang sepertinya sedang merencanakan sesuatu. Setiba saya di sana Mama langsung menanyakan kepada saya, apakah ingin pergi ke Takengon? Saya pun menjawabnya singkat, “ya, mau”. Kemudian saya disuruh bersiap-siap, dan langsung saja saya pergi ke kamar mandi. Kami pun berencana ingin menghabiskan sisa liburan di sana.

Kota Takengon yang berada di daerah pegunungan, pemandangannya cukup menawan. Sejak kenderaan yang membawa kami keluar dari wilayah Kabupaten Bireun masuk perbatasan Kabupaten Bener Meriah, tetanggangnya Kabupaten Aceh Tengah yang beribukota Takenngon, kami disambut jalan-jalan yang berbelok-belok, mendaki dan menurun. Di sisi kiri dan kanan jalan terpampang pemandangan yang indah. Pohon-pohon kayu besar di kaki gunung menjulang tinggi seperti ingin menggapai-gapai matahari. Daunnya melambai-lambai ditiup angin sepertinya sedang menyambut setiap orang yang melintasi jalan itu dengan ucapan selamat datang.

Saya terpesona memandang keindahan panorama alam tersebut. Sehingga tidak terasa perjalanannya yang lumayan jauh terasa sangat singkat. Padahal ketika kami tiba di Kota Takengon yang dingin itu sudah menjelang sore. Dan pemandangan pun semakin syahdu manakala mata hari yang berwarna merah pijar mau masuk ke paraduannya di balik gunung. Di Takengon kami menginap di rumah adik mamak yang letaknya di lereng gunung. Halimun menyelimutinya sepanjang hari. Dan malamnya berbagai suara binatang sahut menyahut terdengar laksana dendang musik alam tiada berhenti.


Shalat Idul Fitri kami laksanakan di Mesjid Jamik Kota Takengon. Setelah itu kami menuju tempat wisata, Danau Laut Tawar. Di kaki gunung pada salah satu sisi Danau Laut Tawar ada sebuah gua, saya sempat masuk ke dalamnnya. Di sana ada sebuah batu yang berbentuk seperti seorang puteri bersama pangerannya. Selain itu, ke dalam lagi, berada di atasnya ada juga patung seribu bentuk, serta berbagai batu-batu lainnya dengan aneka bentuk seperti patung-patung yang dipahat.

Hari lebaran pertama kami habiskan waktu di objek wisata Danau Laut Tawar, dan menjelang sore baru pulang ke rumah. Begitu juga kesokan harinya kami mengunjungi tempat wisata yang lain lagi, setelah itu baru kami pulang lagi ke rumah nenek. Dalam perjalan pulang berbagai objek wisata lain pun tidak ada yang absen, semua kami singgahi. Mulai dari Krueng Simpo hingga sampai ke Batee Iliek, tempat pemandian yang airnya bening dan selalu mengalir. Demkianlah liburan pertama ini saya isi, dan saya kepingin untuk mengulanginya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar